Minggu, 04 April 2010

BERPROSES MENJADI INSAN ISTIQOMAH

Rasulullah SAW diutus ke dunia adalah sebagai teladan yang harus diikuti segala ucapan dan perilakunya (QS Al-Ahzab (33:21)). Bila Rasul mencontoh-kan kita untuk istiqomah, maka wajib pula bagi kita istiqomah dalam keimanan. Disabdakan, “Qul, amanu billahi tsumma itstaqim! Katakanlah, aku beriman kepada Allah kemudian istiqomah!”.
Kita tidak mungkin bisa seistiqomah Rasul dalam kebaikan. Beliau terpelihara dari dosa dan kesalahan, sedangkan kita tidak. Dalam khazanah Islam, menurunnya semangat ibadah disebut futur. Pada stadium rendah, futur bisa muncul berupa perasaan malas beribadah, melambat-lambatkan berbuat baik, atau kurang peka terhadap peluang amal. Dalam stadium tinggi (kronis) futur menyebabkan seseorang berhenti beribadah, melakukan dosa besar, bahkan keluar dari Islam.
Rasulullah SAW memberikan panduan kepada kita dalam menyikapi ketidaksempurnaan dan sikap futur ini. “Setiap aktivitas ada saat-saat semangat untuk terus-menerus melakukannya, dan setiap semangat ada saat-saat lemahnya. Barangsiapa yang lemah semangatnnya kemudian mencontoh sunahku, maka sesungguhnya ia akan menang. Dan barang siapa lemah semangatnya kemudian ia tidak mengikuti sunnahku, maka dia celaka” (HR. Ahmad).
Istiqomah adalah syarat menghadirkan kebahagiaan. Namun, perlu usaha ekstra untuk meraih dan menjaganya. Setidaknya ada enam landasan penopang sikap istiqomah ini. Pertama, adalah landasan ilmu. Untuk istiqomah kita harus banyak membaca, banyak mendengar dan banyak tahu. Sehingga ketika kita mengambil sikap, maka sikap tersebut ditopang oleh data lengkap dan landasan yang kuat. Kedua, untuk bisa istiqomah kita tidak bisa seorang diri. Kita harus bergaul dengan orang-orang yang dapat mendorong kita taat asas. Dengan kata lain, kita membutuhkan banyak teman untuk membuat jaringan kebenaran. Ketiga, pantang menyerah dalam meraih tujuan. Syaratnya, kita harus memahami keuntungan dan kerugian sebuah amal. Semakin kita tahu keuntungan, semakin istiqomah pula kita berproses untuk mendapatkannya. Keempat, selalu mengingat mati. Mengingat mati akan membuat kita punya rem dari maksiat, selain membuat kita terbimbing untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat saja. Sebabnya, kita tidak tahu kapan ajal menjemput (QS Al Munafiqun 63 : 11). Kelima, menelaah kehidupan orang-orang yang istiqomah. Manusia adalah peniru yang paling baik. Karena itu, bila kita banyak mengenal karakter orang-orang yang istiqomah, Insya Allah kitapun akan termotivasi meniru sikap mereka. Keenam, melakukan konversi dan kompensasi amal saleh. Konversi artinya mengganti amal saleh yang biasa kita lakukan dengan amal lainnya; tatkala amal yang biasa tersebut tidak bisa kita lakukan. Misal, pada saat haid seorang wanita tidak membaca Al-Qur’an, maka konversikanlah dengan membaca hadis atau tafsirnya. Konversi ini akan menjaga kesinambungan ibadah kita. Sedangkan kompensasi adalah denda (muaqobah) atas suatu amal. Bila kita tidak melakukannya, maka buatlah denda pada diri dengan sedekah atau baca Al-Qur’an. Dengan cara ini, Insya Allah keimanan kita tidak akan turun secara drastis. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar