Jumat, 08 April 2011

Serie Enterpreneur : PEDAGANG BAKSO

…mimpi adalah kunci untuk kita menaklukkan duniaberlarilah tanpa lelahsampai engkau meraihnya….[lirik Laskar Pelangi ost Film Laskar Pelangi] Bagi entrepreneur barangkali sulit menjadi entrepreneur hebat jika tidak pernah memiliki mimpi. Lalu apa bedanya dengan orang-orang biasa yang juga memiliki mimpi….? Barangkali perbedaannya adalah upaya untuk menggapai mimpi. Orang-orang biasa barangkali cukup senang jika mimpinya bagus walaupun akhirnya sirna setelah dia bangun dari tidurnya. Akan tetapi bagi entrepreneur hebat, mimpi adalah inspirasi yang akan dia lakukan. Tak peduli mimpi dalam tidurnya baik ataupun menyeramkan. Dia tetap akan berupaya merubahnya menjadi semangat keberhasilannya dengan cara berusaha keras, berupaya maksimal, berikhtiar tanpa henti, dan berdoa kepada Allah SWT. Pernah suatu ketika saya berbincang dengan pedagang bakso, yang saat ini telah memiliki 3 gerai (warung bakso)yang tersebar di Bogor, Bekasi dan Jakarta. Salah satu gerainya memiliki 10 meja dengan kapasitas 10 orang untuk setiap mejanya. Dalam sehari tidak kurang membutuhkan bahan baku daging, tulang rawan, gajih (lemak) sekitar 100 kilogram. Untuk disajikan dalam ratusan mangkuk untuk para pelanggannya. Silakan dibayangkan sendiri berapa pendapatannya per hari jika per mangkuknya dihargai 6.000 rupiah…?Pendapat saya inilah salah satu pengusaha/entrepreneur sukses. Bapak itu malah menjawab…. “Belum…” Nah, barangkali dalam pembicaraan saya dengan pedagang bakso ini berbeda parameter atau sudut pandangnya. Oke, kenapa belum merasa sukses dengan keuntungan yang jauh lebih besar dibanding gaji PNS golongan IVA?Inilah awal perbincangan yang menarik antara saya dengan Bapak Pedagang Bakso, “Dulu awalnya, saya hanya pedagang bakso keliling yang tidak menggunakan gerobak, walaupun pingin banget pakai gerobak. Akhirnya keinginan untuk memiliki gerobak itulah yang membuat saya lebih semangat. Dengan usaha yang keras dan tidak lupa memohon kepada Allah, akhirnya saya berhasil membeli gerobak bekas milik kenalan saya yang kebetulan juga tukang bakso. Dia akan kembali ke kampungnya saja karena ada suatu sebab. Namun tantangan saya muncul begitu ganti gerobak…. Saya jadi tidak lincah lagi mengejar pembeli, terutama yang letaknya di gang-gang yang sempit. Wah, saya tidak boleh kurang akal. Maka begitu melihat ada tukang becak mangkal didekat gang tersebut saya tawari saja semangkuk bakso untuk menjaga gerobak saya. Sedangkan saya masuk-masuk gang hanya dengan membawa bambu belah (semacam bel khusus tukang bakso yang bunyinya … thek… thok… thek….thok) sambil berteriak so….bakso… Alhamdulillah dengan cara itu pelanggan saya bisa dilayani dengan lebih baik. Didalam perjalanan yang berliku dan penuh tantangan itulah saya mulai berani bermimpi…. Bermimpi untuk menjadi orang, walau perjuangan yang saya lakukan adalah berdagang bakso, minimal menjadi juragan bakso dan jika Allah menghendaki saya ingin menjadi pendekar bakso. Dan jawaban saya kenapa saya belum berhasil adalah membantu menyediakan lapangan kerja bagi sebanyak-banyaknya pemuda. Saya tidak pernah menyalahkan preman yang pernah “memalak” saya, lha wong dia lapar. Dari situlah saya berpikir, jika pemuda-pemuda memiliki pekerjaan yang lebih layak maka menjadi preman bukanlah pekerjaan yang dipilih. Saya mau menantang preman dengan berani memikul keranjang bakso saya atau mendorong gerobak bakso saya atau kalau merasa keberatan ya kerja di warung bakso saya… Hayo siapa berani dengan Pendekar Bakso…. Saya Pendekar Bakso ingin meraih mimpi….. Penulis : Jodi H. Iswanto - Dosen PEMF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar