Rabu, 06 April 2011

MENGISI HIDUP DI DUNIA

Jiwa kita (nafsu) telah mengarungi 3 fase kehidupan yang berbeda, yaitu fase kehidupan pada alam ruh, fase kehidupan di dalam rahim dan fase kehidupan dunia.

Setelah kehidupan di dunia berakhir, kita akan mengarungi beberapa fase kehidupan lagi, yaitu kehidupan di alam kubur, kehidupan di padang mahsyar, pada hari perhitungan (yaumul hisab) dan kehidupan terakhir (akhirat) yang kekal selama-lamanya.

Pada fase kehidupan di dunia ini jiwa manusia diwadahi oleh raga. Jiwa yang telah dilengkapi dengan aqal, hawa nafsu, naluri-naluri (ghoroo’iz), perasaan-perasaan (masyaa’ir) dan kecenderungan-kecenderungan (muyul), akan menggerakkan raga yang telah dilengkapi dengan indera. Manusia akan terdorong untuk beraktifitas karena ada tuntutan alamiah yang harus dipenuhinya yaitu kebutuhan raga (hajatun udlowiyah) dan kebutuhan naluri (ghorizah).

Raga membutuhkan makanan, minuman, pakaian, kendaraan, tempat tinggal dan sebagainya, sementara naluri membutuhkan penyaluran, pemuasan, pengakuan, penghargaan, perwujudan, dan sebagainya. Agar dalam upaya pemenuhan-pemenuhan tersebut tidak terjadi kekacauan, kekisruhan, pertentangan, perebutan, permusuhan dan sebagainya, maka Allah sang Pencipta manusia membuat seperangkat aturan yang adil dan bijaksana, sesuai dengan fitrah manusia, akan memuaskan akal dan mendatangkan rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil alamin).

Karena kelengkapan seluruh komponen hidup di dunia itulah, Allah menuntut seluruh manusia agar hidup di dunia ini mengikuti aturan yang telah dibuat-Nya yaitu melaksanakan seluruh perintah-perintah-Nya dan menjauhi seluruh larang-larangan-Nya. Manakala tuntutan-Nya dilaksanakan maka Allah akan memberi imbalan dengan kebahagiaan hidup baik di dunia maupun pada kehidupan sesudahnya. Sebaliknya bagi para pembangkang terhadap tuntutan-Nya, maka Allah akan memberikan kehidupan susah, sempit, sedih, takut dan gelisah di dunia serta ancaman siksaan pada fase kehidupan sesudahnya.

Diantara fase kehidupan yang telah, sedang dan akan ditempuh oleh jiwa kita tersebut, maka fase kehidupan dunia adalah fase yang sangat menentukan dan paling penting, sebab kelengkapan yang telah Allah berikan pada kehidupan di dunia ini membawa konsekuensi bagi manusia. Padahal kita tahu bahwa fase kehidupan dunia ini adalah fase yang sangat singkat dibandingkan kehidupan sesudahnya.

Rasululloh menggambarkan waktu kehidupan di dunia ini seperti orang yang sedang dalam perjalanan jauh kemudian mampir sejenak untuk beristirahat di bawah pohon. Dan Rasululloh mengilustrasikan kenikmatan di dunia ini hanya ibarat setetes air di samudera yang luas, karena memang kenikmatan itu hanya untuk memenuhi kebutuhan musafir yang sedang beristirahat sejenak.

Ketika jiwa berada dalam raga, maka Allah akan meminta pertanggung jawaban, tetapi manakala jiwa keluar dari raganya yaitu saat tidur, maka Allah tidak akan meminta pertanggung jawaban. Dan tidur adalah waktu di saat jiwa keluar dari raga, sebagimana firman Allah: Allah memegang jiwa-jiwa ketika matinya dan jiwa yang belum mati di waktu tidurnya; lalu ditahanNya jiwa yang telah ditetapkan kematiannya dan dilepaskanNya yang lain sampai satu masa yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir (QS. 39:42) .

Dan Rosulullah menyatakan bahwa akan diangkat pena dari orang yang tidur sampai dia bangun. Maka dari itu manusia yang memahami hakikat hidup di dunia dengan pemahaman yang jernih, dia akan memanfaatkan waktu terjaga dia dengan sebaik-baiknya. Dia akan habiskan waktu terjaga untuk melaksanakan yang wajib dan sunah, sehingga Allah memberikan kebahagiaan di dunia dan memasukan dirinya ke dalam orang-orang yang akan diberi kebahagian dalam fase kehidupan sesudahnya. Jadi hakikat hidup di dunia adalah waktu saat jiwa berada dalam raga. (sam)

Oleh : Samsudin A. FAqih, MSi.
Dosen Pesantren Entrepreneur Miftahul Falah (PEMF)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar